Kamis, 02 Juni 2011

jurnal konservasi

Diposting oleh renaex di 20.49
ABSTRAK
Konservasi tanah dan air merupakan upaya meningkatkan fungsi lahan untuk berproduksi secara lestari. konservasi tanah dan air diharapkankan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan sehingga masyarakat dapat terhindar dari dampak dari erosi yang memerlukan dana yang cukup besar dalam penanganan dampak erosi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui usaha konservasi tanah dan air sebagai alternatif upaya peningkatan pendapatan petani di agroekosistem lahan kering. Penelitian telah dilakukan di polewali mandar.
Kata kunci : Tanah, air, konservasi, erosi, tanaman, pelestarian
PENDAHULUAN
Kegiatan konservasi di lahan kering merupakan langkah konstruktif, dapat meningkatkan fungsi lahan untuk berproduksi secara lestari, sehingga potensinya dapat dioptimalkan sebagai sumber pendapatan keluarga tani di pedesaan. Menurut Notohadiprawiro (1988), lahan kering marginal yang berstatus kritis dicirikan oleh solum tanah yang dangkal, kemiringan lereng curam, tingkat erosi telah lanjut, kandungan bahan organik sangat rendah, serta banyak singkapan batuan di permukaan.
Kondisi demikian umumnya terdapat di wilayah desa tertinggal dan sebagian besar dikelola oleh petani miskin yang tidak mampu melaksanakan upaya-upaya konservasi, sehingga kondisinya makin lama makin memburuk (Karama dan Abdurrachman, 1995). Kondisi tersebut lebih diperparah lagi oleh pola usahatani yang orientasinya subsisten, sehingga mempercepat terbentuknya lahan kritis (Suyana, 2005).
Dalam hubungannya dengan erosi yang menyebabkan degradasi lahan serta langkah-langkah penanganannya di lahan marginal telah banyak dibahas pakar antara lain Scwab et.al (1981), Arsyad (1989), Agus dan Widianto (2004). Pada prinsipnya, kejadian erosi erat kaitannya dengan erosivitas hujan, erodibilitas tanah serta panjang dan kemiringan lereng. Sementara itu pendekatan yang ditempuh untuk pengendalian erosi dilakukan melalui beragam cara.
Scwab et.al (1981) menekankan pendekatan dari segi rekayasa (engineering), sementara itu Arsyad (1989) melakukannya melalui pendekatan vegetatif, mekanik dan kimia sedangkan Agus dan Widianto (2004) dengan pendekatan teknis dan vegetatif. Tulisan ini tidak bermaksud membahas satu persatu pendekatan pengendalian erosi dalam rangka konservasi tanah dan air, akan tetapi lebih difokuskan pada beberapa pertanyaan berikut. Metode konservasi apa yang sesuai dengan agroekosistem lahan kering, dan sejauhmana petani memahami kegiatan konservasi tanah dan air ini hubungannya dengan peningkatan pendapatan petani.
Sehubungan dengan permasalahan itu, makalah bertujuan membahas pendekatan metode konservasi tanah dan air yang dilakukan petani di lahan kering, dan mengungkap dampak potensial kegiatan konservasi tanah dan air terhadap perbaikan dan pelestarian tanah dan air serta tanaman yang tumbuh diatasnya.
METODE PENELITIAN
Praktek lapangan di Kabupaten polewali mandar Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2011. Penentuan lokasi didasarkan pada pertimbangan praktek-praktek usaha konservasi tanah dan air serta merupakan areal percontohan usaha konservasi oleh Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah dan pelestarian lingkungan oleh masyarakat setempat. Dan metodenya dilakukan secara observasi dan sumber bahasan utama didasarkan atas data primer yang dilengkapi data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara anggota kelompok tani. Selain itu melalui observasi langsung di lapangan untuk melihat usaha-usaha konservasi yang telah dilakukan. Data yang dikumpulkan antara lain monograf desa, peta penggunaan lahan, data curah hujan, data kelerengan, dan teknik konsevasi yang di praktekkan oleh masyarakat petani. Kemudian data kualitatif dan kuantitatif yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Adapun metode yang digunakan untuk analisis erosi adalh sebagai berikut :
a. Faktor Erosivitas
Dalam praktikum ini penentuan faktor erosivitas hujan ( R ) yang digunakan adalah EI30 yang merupakan perkalian antara energi kinetik hujan ( E ) dengan menggunakan berbagai formula atau persamaan untuk memperoleh nilai R diantaranya rumus pendugaan EI30 menurut Bols(1978), yaitu :
EI30 = 6.119 ( R )¬1,21 ( H )-0,47 ( RM) 0,53
Dimana :
EI30 = indeks erosivitas hujan bulanan rata – rata
R = curah hujan rata – rata bulanan ( cm )
H = jumlah hari hujan rata – rata bulanan ( hari )
RM = curah hujan maksimum 24 jam bulanan ( cm )


Faktor Erodibilitas Tanah ( K )
Untuk mengetahui tingkat erodibilitas tanah (K), pada praktikum ini menggunakan dengan nomograf ( Wischmeier, 1971 ), atau menggunakan rumus Hammer ( 1978 ) sebagai berikut :
K = 2,713 M 1,14 ( 10 -4 ) ( 12 – a) + 3,25 (b - 2) + 2,5 (c - 3)
100
Dimana :
M = Persen pasir sangat halus + persen debu x (100 - % liat)
A = kandungan bahan organik ( % C x 1,724)
B = harkat struktur tanah
c = harkat permeabilitas tanah.
Dalam penentuan nilai erodibilitas tanah (K), terlebih dahulu harus diketahui nilai analisis ukuran partikel (tekstur tanah), kandungan C- organik dan permeabilitasnya, maka perlu diadakan praktikum sebelumnya, dengan sampel tanah baik utuh maupun terganggu dari lokasi diadakannya praktek lapang terpadu.
Metode Penetapan Tekstur di Laboratorium
1. Menimbang 20 gram tanah kering udara, butir – butir tanah ini berukuran kurang dari 2 mm
2. Memasukkan kedalam erlemeyer atau botol tekstur dan tambahkan 10 ml calgon 0,05% dan air secukupnya
3. Menutup dengan plastik, mengocok dengan mesin pengocok selama 1– 2 jam
4. Menuang secara kualitatif semua isinya ke dalam silinder sedimentasi 500 ml yang diatasnya dipasangi saringan dengan diameter lubang sebesar 0,05 mm dan membersihkan botol tekstur dengan bantuan botol semprot.
5. Menyemprot dengan spayer sambil diaduk – aduk semua suspensi yang masih tinggal pada saringan sehingga semua partikel debu dan liat telah turun ( air saringan telah jernih)
6. Pasir yang tertinggal dipindahkan ke dalam cawan dengan bantuan botol semprot kemudian masukkan dalam oven bersuhu 1050 C selama 2 x 24 jam, selanjutnya masukkan dalam desikator dan menimbang hingga berat pasir diketahui (catat sebagai C gram)
7. Mencukupkan larutan suspensi dalam silinder sedimentasi dengan air destilasi hingga 500 ml
8. Mengangkat selinder sedimentasi, sumbat baik – baik dengan karet lalu kocok dengan membolak – balik tegak lurus 180 o sebanyak 20 kali, atau dapat juga dilakukan dengan memasukkan pengocok ke dalam silinder sedimentasi lalu aduk naik turun selama 1 menit.
9. Dengan cepat tuangkan kira – kira 3 tetes amyl alkohol kepermukaan suspensi untuk menghilangkan gangguan buih yang mungkin timbul.
10. Setelah 15 detik, masukkan hydrometer pertama (H1) dan suhu suspensi (t1)
11. Dengan hati – hati keluarkan hydrometer dari suspensi.
12. Setelah menjelang 8 jam, masukkan hydrometer dan catat pembacaan hydrometer kedua (H2) dan suhu suspensi (t2)
13. Hitung berat debu dan liat dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
Berat debu dan liat = [H1 + 0,3 ( t1 – 19,8)] – 0,5............(a)
2
Berat liat = [ H2 + 0,3 (t2 – 19,8) – 0,5.............(b)
2
Berat debu = berat (debu + liat) – berat liat........(a+ b)

14. Hitung persentase pasir, debu dan liat dengan persamaan :
% pasir = C x 100
a+ c

% debu = (a - b) x 100
a+ c

% liat = b x 100
a+ c

Metode penetapan bahan organik
1. Menimbang contoh tanah dengan neraca analitis sebanyak 2 gram
2. Memasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml
3. Menambahkan dengan teliti 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N (pipet) dan reaksikan dengan 10 ml H2SO4 dan biarkan reaksi dapat dilakukan pemanasan suspensi pada suhu 40oC selama 5 menit.
4. Menambahkan aquades kira –kira 50 ml dan 10 ml H3PO4
5. Meneteskan 1 ml indikator dan menambahkan pula larutan F++ yang telah distandarisasi
6. Titik akhir titrasi adalah pada saat terjadi perubahan warna biru kehitaman menjadi hijau.
7. Cara volume titran Fe++ yang digunakan, begitu pula normalitas
8. Menghitung % C organik dan % bahan organik dengan rumus
% C = ( mlB – ml t) N x 3 x 1,33
Mg contoh tanah tanpa air
% Bahan Organik = % C x 1,724

Metode penentuan permeabilitas
1. Menutup salah satu ujung dari ring sample dengan barrier untuk menahan tanah di dalam ring. Untuk itu, dapat menggunakan dua helai kain yang cukup porous tetapi efektif menahan partikel, mengikat dengan karet gelang. (konduktivitas material yang digunakan harus sebesar mungkin, tetapi cukup efektif menahan tanah).
2. Meletakkan sampel, dengan bagian yang tertutup barrier di bagian bawah, ke dalam sebuah tray yang berisi air. Kedalaman air kira- kira setengah dari tinggi sampel. Setelah seluruh permukaan tanah sampel basah, menaikkan permukaan air di dalam tray sehingga rata dengan permukaan tanah. Membiarkan terendam selama sedikitnya 12 jam
3. Selanjutnya sampel tanah utuh dimasukkan ke dalam parameter
4. Kemudian mencatat jumlah air yang mengalir dari sampel tanah ke pipa kapiler kemudian diteruskan ke buret dalam waktu 1 jam
5. Menghitung permeabilitas dengan dasar hukum Darcy (syarief, 1989) :
K = Q x L x 1 cm/ jam
t h A
keterangan :
K : Permeabilitas (cm/ jam)
Q : banyaknya air yang mengalir pada setiap pengukuran (ml)
L : tebal contoh tanah (cm) (tinggi ring sampel)
A : Luas contoh tanah (cm) (luas permukaan tanah)
T : waktu pengukuran (jam)
h : tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm) (konstan 4 cm).
Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)
Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng dihitung menggunakan rumus Morgan (1979), menggunakan nomograf nilai faktor LS (Arsyad, 2006), dengan persamaan :
LS = / L (1,38 + 0,965 S + 0,138 S2 )
100
Dimana :
LS : Faktor lereng
L : Panjang lereng
S : Persen kemiringan lahan
Faktor Vegetasi Penutup Tanah
Kondisi tutupan lahan berdasarkan jenis penggunaan lahan untuk mengetahui nilai indeks tutupan vegetasi di lokasi praktek. Dan nilai C dapat dihitung dengan persamaan :
C = A
R x K x LS x P
Dimana :
A = Banyaknya tanah yang tererosi
R = Faktor Erosivitas hujan
K = Faktor Erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor vegetasi penutup tanah
P = Faktor tindakan konservasi tanah.
Faktor tindakan konservasi (P)
Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi (Suripin, 2001). Nilai P adalah 1,0 yang diberikan untuk lahan tanpa adanya tindakan pengendalian erosi. Menurut USLE persamaan umum nilai P yaitu sebagai berikut :
P = A
R x K x L x S x C
Dimana :
C : nilai faktor pertanaman
R : erosivitas
K : erodibilitas
LS: faktor lereng
P : faktor tindakan konservasi.




HASIL DAN PEMBAHASAN
Menghitung Tingkat Erosi
Diperoleh data curah hujan pada lokasi praktek lapang Polewali Mandar untuk tahun 2007 sebagai berikut :
Bulan Jan feb Mar apr Mei jun jul Ags sep Okt Nov des
Rata – rata CH/ Bulan 9 16 21 15 21 10 12 19 24 15 10 18
Jumlah Hari 6 11 4 16 12 10 4 2 1 11 11 15
Hujan max 20 27 43 45 40 23 20 26 24 29 17 40

E = f (I, r, v, t, m)
Dimana :

E = Erosi f = topografi I = Iklim v= Vegetasi

Sedangkan indikasi erosi menurut Universal Soil Loss Equation (USLE), dikenal dengan adanya persamaan:
A = R X K X LS X C X P
Dimana :
A : banyaknya tanah yang tererosi
B : Faktor Erosivitas hujan
K : faktor erodibilitas tanah
L : Faktor panjang lereng
S : Faktor panjang lereng
C : Faktor vegetasi penutup tanah
P : Faktor tindakan konservasi

A = R x K x LS x C x P

= 6.056.774,057 x 0,4 cm/ jam x 77,85 x 1,0 x 1,0

= 188.607.944,1 cm/ jam

A adalah besarnya erosi yang terjadi (ton/ha/thn), R adalah erosivitas curah hujan, LS adalah indeks panjang lereng, K sama dengan erodibilitas tanah, C adalah faktor pengelolaan tanaman, dan P yaitu faktor konservasi tanah.
Dalam praktikum ini kita mendapatkan hasil bahwa faktor erosivitas hujan sebesar 6.056.774,057 cm/ jam, untuk faktor erodibilitas tanah diperoleh sebesar 0,4 cm/ jam untuk faktor panjang lereng dan kemiringan lereng diperoleh 77,85 m, adapun faktor vegetasi penutup tanah diperoleh 1,0 dan faktor tindakan konservasi tanah sebesar 1,0.
Dari hasil perhitungan diperoleh banyaknya tanah yang tererosi pada lokasi praktek lapang polewali mandar diperoleh 188.607.944,1 cm/jam. Jika kita amati tingkat erosi yang terjadi daerah praktek lapang ini, cukup besar sehingga perlu penanganan yang cukup serius, salah satunya dengan melakukan konservasi baik konservasi tanah maupun konservasi air. Tindakan konservasi yang diupayakan ini kiranya dapat mengurangi pengikisan yang terjadi sebelumnya yang disebabkan oleh beberapa faktor dianataranya curah hujan yang tinggi, selain itu batuan yang mentusun di daerah memilki topografi yang curam.
Melihat besarnya erosi yang terjadi di wilayah itu, akan berpengaruh negatif terhadap produktivitas dan prduksi pertanian. Besarnya erosi berbanding terbalik dengan perolehan produksi. Semakin besar tingkat bahaya erosi, maka semakin rendah produksi pertanian yang diperoleh yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani.
Ada 2 metode konservasi yang diterapkan di wilayah tersebut yaitu metode vegetatif dan metode mekanik. Metode vegetatif yang dilakukan meliputi pembuatan hutan rakyat, pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD), dan pembuatan Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam (UP-UPSA). Sementara itu dalam metode mekanik yang dilakukan adalah pembuatan teras bangku, pembuatan saluran pembuatan air (SPA), dan pembangunan pegendali jurang (gully-plug). Uraian berikut menyajikan secara ringkas implementasi dari setiap metode tersebut.
Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat (bukan hutan alam) baik secara perorangan atau kelompok maupun suatu badan hukum dan berada di luar wilayah hutan negara serta terletak dalam satu kompleks atau lokasi (Duryat, 1979).
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan adanya penyerapan air oleh tanah yang lebih besar. Bentuk teras yang dibuat disesuaikan dengan kemiringan lahan, jenis tanah, vegetasi, kondisi penggunaan lahan. Dengan kemiringan lahan 15%-40% teras bangku merupakan jenis teras yang paling sesuai diterapkan. Teras bangku yang ada adalah jenis teras bangku datar, dengan tanaman penguat berupa ubi kayu, selain berfungsi sebagai tanaman penguat teras juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Teras bangku (Land Unit G) di desa Rejosari terbukti mampu mengurangi laju erosi dari sebelumnya sebesar 29,40 ton/ha/thn menjadi 7,90 ton/ha/thn (menurunkan faktor pengelolaan/CP dari 0,03 menjadi 0,008). Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras bangku adalah, tersingkapnya tanah sehingga menjadi tidak subur, untuk itu perlu adanya perbaikan lahan misalnya dengan pemupukan atau penanaman tanaman penguat teras yang mampu menyediakan unsur hara tambahan seperti kacang-kacangan (leguminose) yang mampu menyumbangkan unsur N, kemudian rumput gamal (Gliricida), lamtoro dan turi, yang juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pembuatan teras bangku juga memerlukan tenaga kerja dan biaya yang lebih mahal dibandingkan metode konservasi vegetatif, sehingga pembuatan teras juga harus memperhatikan kemampuan finansial dan ketersediaan masyarakat lokal. Selain itu teras perlu dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti saluran teras, bangunan terjun sehingga teras berfungsi maksimal dalam mengurangi laju aliran permukaan dan erosi akibat energi kinetik curah hujan.
Metode konservasi mekanis dengan gully plug bertujuan untuk mengurangi terjadinya erosi jurang akibat pengaruh kecuraman lereng dan kepekaan tanah. Gully plug sebaiknya dilengkapi bronjong atau bangunan beton untuk mengurangi jumlah erosi dan seimentasi yang terangkut oleh air. Gully plug di Desa Rejosari masih sangat sederhana, terbuat dari tanah dan belum dilengkapi dengan bronjong kawat atau bangunan beton hanya diperkuat dengan rumput.
KESIMPULAN DAN SARAN
• Dari hasil praktikum yang kita lakukan kita dapat mengetahui bahwa faktor erosivitas hujan sebesar 6.056.774,057 cm/ jam, untuk faktor erodibilitas tanah diperoleh sebesar 0,4 cm/ jam untuk faktor panjang lereng dan kemiringan lereng diperoleh 77,85 m, adapun faktor vegetasi penutup tanah diperoleh 1,0 dan faktor tindakan konservasi tanah sebesar 1,0.
• Usaha konservasi tanah dan air di lahan kering yang dilakukan dengan pendekatan vegetatif dan mekanis melalui pembuatan hutan rakyat, kebun bibit desa, Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam (UP UPSA), pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), dan gully plug (pengendali jurang) terbukti dapat menurunkan besarnya erosi, merehabilitasi dan meningkatkan fungsi lahan.
• Keberhasilan penerapan konservasi di lahan kering mampu menciptakan kondisi lahan yang kondusif untuk menghasilkan produksi secara lestari dan terpeliharanya produktivitas lahan sehingga pada akhirnya berpengaruh positif pada peningkatan pendapatan petani.
• Keberhasilan konservasi tanah dan air di lahan kering tidak terlepas dari peran aktif masyarakat setempat, oleh karena itu untuk memelihara kelanjutan konservasi diperlukan dorongan dari pihak berwenang menggerakkan partisipasi petani antara lain melalui penyuluhan yang lebih intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F dan Widianto, 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia. Bogor.

Anonim, 1999. Monograf Desa Rejosari Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul.. Pemerintah Desa Rejosari. Semin. Gunungkidul, Yogyakarta.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Duryat, P. W. 1979. Meningkatkan Kegiatan Penyuluhan Dalam Rangka Pembentukan Hutan Rakyat. Seminar dan Reuni III Fak. Kehutanan UGM. Yogyakarta

Karama, A.S dan A. Abdurrachman. 1995. Kebijaksanaan Nasional dalam Penanganan Lahan Kritis di Indonesia. Prosiding Lokakarya dan Ekspose Teknologi Sistem Usahatani Konservasi dan Alat Mesin Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta, 17-19 Januari 1995.

Notohadiprawiro, T. 1988. Pembaharuan Pandangan terhadap Kedudukan Lahan Kering dalam Pembangunan Pertanian Pangan yang Terlanjutkan. Seminar Fak. Pertanian UNISRI. Surakarta

Scwab, et. al. 1981. Soil and Water Conservastion Engineering. 3rd edition. John Wiley and Sons. Inc. Toronto.

Suyana, J. 2005. Berkelanjutan Penerapan Teknologi Konservasi Hedgerows Untuk Menciptakan Sistem Usahatani Lahan Kering. Bahan Mata Kuliah Konservasi. IPB.

0 komentar on "jurnal konservasi"

Posting Komentar

 

ernawati djaya Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez