Selasa, 12 Juli 2011

fisiologi pasca panen ( indeks )

Diposting oleh renaex di 17.46 0 komentar
I.PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa. Pertumbuhan buah pisang ditunjukkan oleh perubahan panjang dan lingkar buah yang cepat. Selama pertumbuhan buah, berat buah pisang secara individual terus meningkat. Pada saat masak, berat buah dipertahankan selama 2-4 hari, kemudian mulai menurun bersamaan dengan perubahan warna kulit pada saat mulai masak. Berat daging buah sangat rendah pada awal pertumbuhan buah, sedang berat kulit buah sangat tinggi. Dengan semakin masak buah, berat daging buah semakin meningkat, sedang berat kulit berangsur-angsur. Penurunan ini mungkin karena adanya selulose dan hemiselulose di kulit yang dikonversi ke pati selama penuaan buah. Isndikasi ini nampak bahwa setelah 15 hari pertumbuhan buah pisang jenis Cavendis, ratio daging buah terhadap kulit 0,41 dan sesudah 130 hari meningkat menjadi 1,90. Konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati pada buah pisang yang belum masak 20-25% dari total berat segarnya dan sekitar 2-5% saja yang mampu diubah menjadi gula dan sebagian dilepas dalam bentuk gas CO2 melalui proses respirasi. Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula total, gula reduksi dan bukan reduksi sangat rendah. Tetapi saat proses pemasakan, gula total meningkat tajam dalam bentuk glukosa dan fruktosa. Naiknya kadar gula yang tiba-tiba ini dapat digunakan sebagai indeks kimia.

1.2.Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum “Waste indek “ ini, yaitu untuk mengetahui indeks pemasakan khususnya pada buah pisang dan sayur kankung selain itu praktikum ini juga mengajarkan agar kita mengetahui proses atau mekanisme pemasakan buah dan sayur.
Sedangkan kegunaan melakukan praktikum “waste indeks” yaitu adalah mengetuhi fungsi dari indeks pemasakan buah dan sayur dan dapat jika mengetahui bagaimana etilen bekerja di dalam buah pisang dan sayur kankung.

1.3.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum ini yaitu :
Bagaimana mekanisme waste indeks pemasakan buah pisang dan sayur kankung.
Mekanisme etilen pada buah mangga dan sayur kankung

Pada saat pemasakan buah terjadi peningkatan respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula, perombakan klorofil dan senyawa lain sehingga buah menjadi lunak (Quazi dan Freebairn, 1970; Krishnamoorthy, 1981). Dikatakan pula oleh Matto et al., 1975, bahwa pelunakan buah disebabkan juga oleh degradasi protopektin tidak larut menjadi pektin yang larut atau oleh hidrolisis pati dan hidrolisis lemak (Krishnamoorthy, 1981)..
Kecepatan laju respirasi buah akan meningkat dengan meningkatnya suhu, pada suhu 35oC laju respirasi ini akan meningkat tajam, walaupun pada suhu tersebut produksi etilen terhenti (Krishnamoorthy, 1981). Selama pemasakan, pektin yang tidak larut air berkurang dari 0,5% menjadi 0,2%, berat basah dari pektin yang larut air meningkat, kandungan selulosa dan hemiselulosa menurun (Bennet et al, 1987; Quazi dan Freebairn, 1970). Peranan mitokondria pada proses pemasakan buah penting dalam hal respirasi yang mampu menyediakan energi ATP yang akan digunakan untuk membentuk UDP-glukose sebagai penyedia substrat untuk sintesis sukrosa (Solomos dan Laties, 1983). Sebagaimana dijelaskan oleh Anderson dan Beardall, 1991, sukrosa disintesis lewat UDP dan glukosa dalam sitosol. Dari triosa fosfat akan membentuk fruktosa 1,6 difosfat dengan dikatalisis oleh enzim aldolase yang kemudian oleh aktivitas fosfatase menghasilkan fruktosa 6P, yang akan mengalami konfigurasi struktur molekul oleh enzim heksosa-isomerase dan glukosa-P mutase menghasilkan glukosa-1P, lebih lanjut akan membentuk UDP-glukose dengan tersedianya UTP dan dikatalisis oleh UDP glukose pirofosforilase. UDP glukosa akan bergabung dengan fruktosa-6P yang telah terbentuk sebelumnya menghasilkan sukrose 6P yang dikatalisis oleh Sucrose Phosphate Synthase (SPS).
Sukrosa juga dapat dibentuk lewat pemecahan pati (Anderson dan Beardall, 1991). Penggabungan karbon berlangsung di dalam jaringan fotosintetik (kloroplas) dan dalam jaringan non fotosintetik (amiloplas). Keberadaan pati di dalam jaringan tersebut tidak dalam periode yang panjang. Bila ekspor triosefosfat ke sitosol tidak dapat diteruskan oleh asimilasi CO2 misal pada waktu malam, maka proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa (Anderson dan Beardall, 1991). Pertumbuhan buah pisang ditunjukkan oleh perubahan panjang dan lingkar buah yang cepat. Selama pertumbuhan buah, berat buah pisang secara individual terus meningkat. Pada saat masak, berat buah dipertahankan selama 2-4 hari, kemudian mulai menurun bersamaan dengan perubahan warna kulit pada saat mulai masak. Berat daging buah sangat rendah pada awal pertumbuhan buah, sedang berat kulit buah sangat tinggi. Dengan semakin masak buah, berat daging buah semakin meningkat, sedang berat kulit berangsur-angsur menurun (Lodth dan Pantastico, 1975).

Penurunan ini mungkin karena adanya selulose dan hemiselulose di kulit yang dikonversi ke pati selama penuaan buah. Indikasi ini nampak bahwa setelah 15 hari pertumbuhan buah pisang jenis Cavendis, ratio daging buah terhadap kulit 0,41 dan sesudah 130 hari meningkat menjadi 1,90. Konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati pada buah pisang yang belum masak 20-25% dari total berat segarnya dan sekitar 2-5% saja yang mampu diubah menjadi gula dan sebagian dilepas dalam bentuk gas CO2 melalui proses respirasi. Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula total, gula reduksi dan bukan reduksi sangat rendah. Tetapi saat proses pemasakan, gula total meningkat tajam dalam bentuk glukosa dan fruktosa. Naiknya kadar gula yang tiba-tiba ini dapat digunakan sebagai indeks kimia (Pantastico, 1973)
Pada saat pemasakan buah terjadi peningkatan respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula, perombakan klorofil dan senyawa lain sehingga buah menjadi lunak (Quazi dan Freebairn, 1970; Krishnamoorthy, 1981). Dikatakan pula oleh Matto et al., 1975, bahwa pelunakan buah disebabkan juga oleh degradasi protopektin tidak larut menjadi pektin yang larut atau oleh hidrolisis pati dan hidrolisis lemak.
Kecepatan laju respirasi buah akan meningkat dengan meningkatnya suhu, pada suhu 35oC laju respirasi ini akan meningkat tajam, walaupun pada suhu tersebut produksi etilen terhenti (Krishnamoorthy, 1981). Selama pemasakan, pektin yang tidak larut air berkurang dari 0,5% menjadi 0,2%, berat basah dari pektin yang larut air meningkat, kandungan selulosa dan hemiselulosa menurun (Bennet et al, 1987; Quazi dan Freebairn, 1970). Peranan mitokondria pada proses pemasakan buah penting dalam hal respirasi yang mampu menyediakan energi ATP yang akan digunakan untuk membentuk UDP-glukose sebagai penyedia substrat untuk sintesis sukrosa (Solomos dan Laties, 1983). Sebagaimana dijelaskan oleh Anderson dan Beardall, 1991, sukrosa disintesis lewat UDP dan glukosa dalam sitosol. Dari triosa fosfat akan membentuk fruktosa 1,6 difosfat dengan dikatalisis oleh enzim aldolase yang kemudian oleh aktivitas fosfatase menghasilkan fruktosa 6P, yang akan mengalami konfigurasi struktur molekul oleh enzim heksosa-isomerase dan glukosa-P mutase menghasilkan glukosa-1P, lebih lanjut akan membentuk UDP-glukose dengan tersedianya UTP dan dikatalisis oleh UDP glukose pirofosforilase. UDP glukosa akan bergabung dengan fruktosa-6P yang telah terbentuk sebelumnya menghasilkan sukrose 6P yang dikatalisis oleh Sucrose Phosphate Synthase (SPS).
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Komoditi buah
Buah pisang termasuk buah klimakterik. Prosespemasakannya diiringi laju respirasi dan laju produksi etilena yang relatif tinggi (Kader 1992). Berbagai perubahan fisik dan kimia mengikuti proses pemasakannya di antaranya pelunakan buah, peningkatan kandungan gula, perubahan warna kulit buah, dan peningkatan laju respirasi dan laju produksi etilena. Seperti halnya buah-buahan klimakterik lainnya, proses pemasakan tidak dapat dihentikan, tetapi dapat diperlambat sehingga daya simpan buah dapat diperpanjang. Salah satu cara yang akhir-akhir ini dilaporkan dapat memperlambat proses pemasakan ialah pemakaian poliamina. Poliamina adalah zat pengatur tumbuh yang secara alami ditemukan pada sel tanaman (Galston & Kaur-Sawhney 1995, Kumar et al. 1997, Walden et al. 1997).
Poliamina yang umum ditemukan pada tanaman ialah putresina, spermidina, dan spermina. Selain peranannya dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, poliamina dikenal sebagai zat antisenesen yang dapat digunakan untuk menghambat proses pemasakan buah, mempertahankan kekerasan buah tomat . Bila ekspor triosefosfat ke sitosol tidak dapat diteruskan oleh asimilasi CO2 misal pada waktu malam, maka pati akan dimobilisasikan dan diekspor. Umumnya produksi triose P dari pati ditimbulkan oleh suatu kondisi di mana ratio ATP/ADP menurun yang biasanya terkait dengan rendahnya triose P dan meningkatnya konsentrasi Pi. Mobilisasi pati ke sukrose umumnya lewat “starch phosphorilase” dan enzim lain. Katalisis oleh “starch phosphorilase” menghasilkan glukosa-1P yang lebih lanjut akan diubah menjadi glukosa 6P dan fruktosa 6P oleh enzim glukose P mutase dan heksose isomerase. Dari glukose 1P juga akan dihasilkan UDP glukose oleh UDP glukose pirofosforilase dengan terbentuknya UTP. UDP glukose akan bergabung dengan fruktose 6P menghasilkan sukrose 6P yang dikatalisis oleh SPS. Namun suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa proses respirasi buah klimakterik ini meningkat hanya pada waktu awal pemasakan (ripening) sampai mencapai puncak klimakterik yang selanjutnya segera diikuti penurunan yang tajam sehingga tidak cukup energi ATP yang dihasilkan sampai buah mudah terinvasi oleh mikroorganisme (Krishnamoorthy, 1981).




2.2.Komoditi Sayur
Susunan buah sayur – sayuran tropika yang tipe dalam perdagangan sangat beraneka ragam .Didalamnya termasuk 16 suku untuk buah –buahan dan sejumlah yang kurang lebih sama dengan sayur – sayuran .Meskipun pada hakekatnya hanya ada dua tipe sayur yaitu berdaun atau kah berdaging , namun dalanm susunana anatominya menjadi lebih sulit , bila yang dihadapi adalah sayur majemuk seperti yang kita amati pada tanaman kankung .Kankung merupakan komoditi sayur yang sangat mudah tumbuh di daerah yang mana saja.Indeks kematangan kankung memiliki fase yang cepat hal ini dikarenakan perkembanagan tanaman ini sangat lah cepat selain itu jumlah klorofil pada daun kankung mengandung nitrogen yang tinggi sehingga kematangan tanaman ini sangatlah cepat sehingga perkemabangan tanaman ini juga sangat cepat.Fase respirasi pada sayur kankung juga sangat cepat sehingga hormone etilen yang bekerja di dalam sayur ini sangat cepat inilah yang membuat indeks kematanagan buaha ini sangat cepat. Selain itu kankung juga merupakan komoditi sayur yang jenisnya sangat digemari hal ini dikarenakan perbanyakan sayur kankung juga sangat cepat (Anonim, 2011).




DAFTAR PUSATA
Anonim, 2011. Indeks kematangan pada komoditi sayur dan
buah.http://www.wikepedia.com.Diakses pada tanggal 14 april 2011 pukul 23.16 WITA . Makassar

Anonim, 2011. Fisiologi buha dan sayur tropika .http://
Herianto.blogspot.com.Diakses tanggal 14 april 2011 pukul 23 :34 WITA. Makassar

Krishnamoorthy, 1981 .Fisiologi Pasca panen. Grafindo: Jakarta
Er.B.Pantastico, 1973. Fisiologi pasca panen Penaganan buah dan sayur tropika dan
sutropika.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Joses Walden, 1997. Teknik Pra panen dan pasca panen. IPB Press: Bogor







V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka kita dapat menyimpulkan bahwa
Indeks kematangan buah pisang dan sayur kankung dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal
Buah pisang memilki indeks kematangan yang lenih cepat dibandingkan buah lain hal ini karenakan hormone etilen yang bekerja pada jaringan buah pisang tersebar
Sayur kankung memiliki tingkat respirasi yang tinggi dan klorofil pada daun yang banyak.
5.2.Saran
Dalam praktikum ini masih banyak hal – hal yang harus diperbaiki , sehingga kiranya kerja sama antar praktikan itu sangat diperlukan.




I.PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanen hasil dilakukan dengan tingkat kemasakan yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipungut akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Begitu pula bila sayur-sayuran dipungut terlalu awal, dapat lebih lama tinggal hijau namun mutunya jelek. Sebaliknya, penundahan waktu pemungutan buah-buahan dan sayur-sayurann akan meningkatkan kepekaan buah dan sayur-sayuran itu terhadap pembusukan akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah.
Dalam beberapa hal, bila hasil harus dikirim kepasar yang jauh letaknya atau harus disimpan untuk menunggu harga yang lebih baik, pemanenan harus dilakukan pada keadaan sudah tua tetapi belum masak. Disinilah letak kesukarannya, sebab berbeda denga tingkat-tingkat kemasakan, batas antara stadium masih muda dan sudah tua sukar ditentukan. Perubahan dalam ketegaran dan warna tidak ada. Sering kali petunjuk waktu pemanenan menjadi mana suka dan subjektif. Pendekatannya ialah dengan mengombinasikan beberapa cara dalam menentukan keadaan sudah tua
Teknologi pasca panen selain menentukan mutu juga akan menentukan jumlahkehilangan. Di dalam tahapan pasca panen selalau terjadi kehilangan dan kerusakan hasil,sehingga dapat mengurangi jumlah dan mutu produksi. Bentuk kehilangan pasca panen antaralain susut bobot, kebusukan, penurunan secara fisik dan penurunan daya tarik. Kondisi ini akan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kegiatan pasca panen buah jeruk terdiri dari sortasi, pengemasan, penyimpanan pengangkutan dan pengolahan yang kesemuanya saling berhubungan.
1.2.Tujuan dan kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum “Kerapatan jaringan buah dan sayur” ini, yaitu untuk mengetahui tingkat kerapatan jaringan khususnya pada buah pisang dan sayur kankung selain itu praktikum ini juga mengajarkan agar kita mengetahui proses atau mekanisme pemasakan buah dan sayur.
Sedangkan kegunaan melakukan praktikum “Kerapatan jaringan buah dan sayur” yaitu adalah mengetuhi mekanisme akan jaringan buah dan sayur pada fase pra panen dan pasca panen baik buah pisang maupun buah kankung.
1.3.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum ini yaitu :
Bagaimana mekanisme kerapatan jaringan pemasakan buah pisang dan sayur kangkung.
Mekanisme etilen pada buah mangga dan sayur kangkung



II.TINJAUAN PUSATAKA
Pisang yang ditanam secara komersil dipanen dalam keadaan hijau pada berbagai tingkat kemasakan. Bila harus diangkut ketempat yang jauh, pisang itu dipetik dalam keadaan kurang masak kira – kira 75 – 80 % masak yang sudah menampakkan sudut – sudutnya yang jelas dan yang akan matang dalam kira – kira 3 minggu. Pisang untuk pengapalan antar pulau dipetik dalam keadaan 85% - 90% masak. Buah – buahan itu sudah berkembang penuh namun sudut – sudut buahnya masih ,Nampak nyata buah – buahan akan matang dalam 1 – 2 minggu. Untuk pemasaran setempat atau dekat – dekat saja, buah di petik dalam keadaan lebih masak lagi. Yang akan matang dalam waktu kurang dari seminggu(Anonim, 2011).
Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampaikomoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain. Ke dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industry (Pantastico, 1973).
Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi baik dan sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan. Prosedur/perlakuan dari penanganan pasca panen berbeda untuk berbagai bidang kajian (Krishnamoorthy, 1981).
Dalam kerapatan jaringan pada buah pisang ada beberapa yang mempengaruhi salah satunya meliputi perlakuan sortasi di tingkat pedagang pengumpul dilakukan secara manual yaitu dengan cara memisahkan jeruk besar, sedang dan kecil yang digolongkan dengan kelas B, C dan D. dengan demikian pada saat di pasaran maka harga jual akan berbeda karena sudah digolongkan dengan kelas serta perbedaan kualitas buahnya. Pengkelasan buah jeruk ada 4 ukuran didasarkan pada diameter buah yang berukuran diatas 7,0 cm (kelas A), antara 5,7-6,5 cm (kelas B), ukuran antara 5,0-5,6 cm (kelas C) dan lebih kecil 5,0 cm adalah kelas D. Dari sejumlah petani produsen jeruk ada yang melakukan sortasi buah sebelum dijual ke pengumpul yang menghendaki harga jual ada perbedaan antara buah besar dan kecil, namun ini merupakan pekerjaan tambahan bagi para petani. Perbandingan petani yang melakukan pengkelasan dan tidak adalah 85 : 15, yakni 85% petani menjual langsung secara borongan tanpa memperhatikan besar kecilnya buah jeruk, sedangkan yang 15% melakukan pengklasan karena menginginkan harga jual lebih tinggi dan pelaksanaan panen lebih lambat (Anonim,2011).
Perlakuan penyimpanan sementara dilakukan dengan cara menumpuk diatas lantai atau hamparan plastik sambil menunggu hasil panen yang lain, baru kemudian diangkut ke pasar. Pengemasan dilakukan dalam karung untuk memudahkan pengangkutan, namun untuk buah yang akan dikirim ke luar daerah, dilakukan pengepakan dalam peti kayu berukuran 40 x 60 cm. Selain itu ada petani yang merangkap pengumpul yang langsung menjual ke pasar secara eceran pada pedagang lainnya di pasar pagi.Ini merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam pengokahan sel jaringan sehingga kerapatan lebih optimal (Walden, 1997).





III.METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum kerapatan jaringan dilaksanakan pada hari sabtu , 9 April 2011, bertempat di lab.1 jurusan Agronomi fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
3.2.Alat dan bahan
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan , pisau , gelas ukuran dan alat tulis menulis .Sedangkan bahan – bahan yang digunakan bahan – bahan yang digunakan adalah pisang , kankung dan air secukupnya.
3.3.Prosedur kerja
3.3.1.Pisang
1. Menimbang berat pisang menggunakan timbangan lalu catat hasilnya .
2. memasukkan pisang ke dalam Erlenmeyer.
3. Masukkan pisang ke dalam Erlenmeyer sampai pisang tenggelam dan terbaca pada skala tertentu Erlenmeyer.
4. mengangkat pisang lalu menghitung volume pisang dengan rumus :
V pisang = V air dengan pisang – V air tanpa pisang
5. Menentukan tingkat kerapatan jaringan dengan rumus :
Kerapatan jaringan = berat pisang
Volume pisang


3.3.2. Kangkung
1. Menimbang berat kangkung menggunakan timbangan lalu catat hasilnya
2. memasukkan kangkung ke dalam Erlenmeyer.
3.memasukkan air ke dalam sampai kangkung tenggelam dan terbaca pada skala tertentu Erlenmeyer.
4. mengangkat kankung lalu menghitung volume kangkung dengan rumus :
V kankung = V air dengan kankung – V air tanpa kankung
5. Menentukan tingkat kerapatan jaringan dengan rumus :
Kerapatan jaringan = berat kangkung
Volume kangkung







IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berilkut :
Volume kankung =
Massa kerapatan kankung =
Massa kerapatan pisang =


V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan , dapat disimpulkan
Kerapatan jaringan tiap komoditi buah dan sayur memilki perbedaan yang besar.
Keraparan jaringan pisang adalah
Kerapatan jaringan kankung adalah
5.2.Saran
Dalam praktikum ini masih banyak hal – hal yang harus diperbaiki , sehingga kiranya kerja sama antar praktikan itu sangat diperlukan.

Pertanian Berkelanjutan

Diposting oleh renaex di 17.35 2 komentar
PERTANIAN BERKELANJUTAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSERVASI TANAH

pertanian berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosioekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian.
Salah satu pendekatan pertanian berkelanjutan adalah input minimal (low input) secara khusus ditulis oleh Franklin H. King dalam bukunya Farmers of Forty Centuries. King membandingkan penggunaan input minimal dan pendekatan berkelanjutan pada pertanian daratan Timur (oriental) dengan apa yang dia lihat sebagai kesalahan metoda yang digunakan petani Amerika. Gagasan King adalah bahwa sistem pertanian memiliki kapasitas internal yang besar untuk melakukan regenerasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya internal.
Baru-baru ini, Undang-undang Produktivitas Pertanian Amerika, yang merupakan bagian dari Undang-undang Keamanan Pangan 1985, menyediakan kewenangan untuk melaksanakan program riset dan pendidikan pada sistem pertanian alternatif -yang kemudian dikenal sebagai pertanian berkelanjutan dengan input minimal (Low Input Sustainable Agriculture (LISA)). Pada bulan Desember 1987, Kongres Amerika menyetujui US $ 3,9 juta untuk memulai pekerjaan tersebut atas dasar undang-undang Keamanan Pangan. Undang-undang tersebut memberikan mandat untuk melakukan investigasi ilmiah pada a) peningkatan produktivitas pertanian, b) produktivitas lahan sentra produksi, c) mengurangi erosi tanah, kehilangan air dan nutrisi, dan d) melakukan konservasi sumberdaya natural dan energi.
Petani Amerika saat ini sedang mencari sumberdaya yang efisien, biaya lebih rendah, dan sistem-sistem produksi yang lebih menguntungkan. Siapapun yang bergerak di bidang pertanian seharusnya berbagi kepedulian yang lebih luas pada masyarakat dalam mendukung lingkungan yang bersih dan nyaman. Selama sepuluh tahun terakhir, telah terjadi paradigma yang mengangkat masyarakat pertanian dari kondisi yang mengharuskan produktivitas lebih tinggi menuju suatu kondisi masyarakat yang peduli pada keberlanjutan. Hal ini dirasakan sebagai suatu kesalahan bahwa produktivitas yang tinggi dari kegiatan pertanian konvensional telah menimbulkan biaya kerusakan yang cukup siginifikan terhadap lingkungan alam dan disrupsi masalah sosial.
Dalam usaha mengalihkan konsekuensi-konsekuensi negatif pertanian konvensional, beberapa format sistem pertanian berkelanjutan yang berbeda telah direkomendasikan sebagai alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan sistem produksi pertanian yang dapat menguntungkan secara ekonomi dan aman secara lingkungan. Kepentingan dalam sistem pertanian alternatif ini sering dimotivasi dengan suatu keinginan untuk menurunkan tingkat kesehatan lingkungan dan kerusakan lingkungan dan sebuah komitmen terhadap manajemen sumberdaya alam yang berkeadilan. Tetapi kriteria yang paling penting untuk kebanyakan petani dalam mempertimbangkan suatu perubahan usaha tani adalah keingingan memperoleh hasil yang layak secara ekonomi.
Adopsi terhadap metode pertanian alternatif yang lebih lebar ini membutuhkan bahwa metode tersebut sedikitnya sama kualitasnya dalam memperoleh keuntungan dengan metode konvensional atau memiliki keuntungan-keuntungan non-keuangan yang signifikan, seperti sebagai usaha menjaga penurunan kualitas sumberdaya air dan tanah secara cepat.
Riset dan pendidikan bergerak terbatas diantara para peneliti atau mahasiswa. Sebagaimana seorang mahasiswa menjadi lebih baik diberikan pendidikan mengenai pengetahuan praktis pertanian berkelanjutan, lebih memiliki minat dan dana akan ditingkatkan untuk mendukung riset selanjutnya.
Jaminan peneliti dan ketersediaan dana penelitian ini akan lebih memberikan harapan untuk meningkatkan minat pada pendidikan yang memandu riset selanjutnya secara umum. Pooling pendapat yang dilakukan mahasiswa di sejumlah fakultas seluruh Amerika menunjukkan ketertarikan pada pertanian berkelanjutan. Kebanyakan mereka mempertanyakan masalah-masalah pertanian berkelanjutan sebagai sebuah pemikiran yang tidak dapat diadopsi dalam program agroekologi. Mereka memberikan komentar bahwa penurunan dampak lingkungan akibat usaha pertanian berkelanjutan sebagai sebuah keuntungan yang besar dari meninggalkan usaha pertanian konvensional. Lebih banyak riset yang dilakukan pada pertanian berkelanjutan ini, program-program pendidikan yang lebih baik akan dapat dilaksanakan di wilayah ini.
Ketika perubahan dari kegiatan pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan dilaksanakan, perubahan sosial dan struktur ekonomi juga akan terjadi. Pada saat input menurun, terdapat hubungan yang menurun pula pada hubungan kerja terhadap mereka yang selama ini terlibat dan mendapatkan manfaat dari pertanian konvensional. Hasilnya adalah terdapat banyak kemungkinan yang dapat ditemukan yaitu meningkatnya kualitas hidup, dan peningkatan kegiatan pertanian mereka. Dalam mengadopsi input minimal (low input) sistem-sistem berkelanjutan dapat menunjukkan penurunan potensial fungsi-fungsi eksternal atau konsekuensi-konsekuensi negatif dari jebakan sosial pada masyarakat. Petani sering terperangkap dalam perangkap sosial tersebut sebab insentif-insentif yang mereka terima dari kegiatan produksi saat ini.
Pertanian Berkelanjutan Suatu Konsep Pemikiran Masa Depan. Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang berlanjut untuk saat ini, saat yang akan datang dan selamanya. Artinya pertanian tetap ada dan bermanfaat bagi semuanya dan tidak menimbulkan bencana bagi semuanya. Jadi dengan kata lain pertanian yang bisa dilaksanakan saat ini, saat yang akan datang dan menjadi warisan yang berharga bagi anak cucu kita. Menurut Gips, suatu sistem pertanian itu bisa disebut berkelanjutan jika memiliki sifat-sifat sbb:
Mampertahankan fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu sendiri
Berlanjut secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi pelaksana pertanian itu dan tidak ada pihak yang diekploitasi. Masing-masing pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya.
Adil berarti setiap pelaku pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa dibatasi dan dibelunggu dan tidak melanggar hal yang lain.
Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dimana harkat dan martabat manusia dijunjung tinggi termasuk budaya yang telah ada.
Luwes yang berarri mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini, dengan demikian pertanian berkelanjutan tidak statis tetapi dinamis bisa mengakomodir keinginan konsumen maupun produsen.
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.
Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian, seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan produktivitas tanah. The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk:
a)    menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai,
b)    membudidayakan tanaman secara alami,
c)    mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian,
d)    memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang,
e)     menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian,
f)       memelihara keragaman genetik sistem pertanian dan sekitarnya, serta
g)      mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan harmonisasai produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat tani adalah sebagai berikut: (1) pengendalian hama terpadu, (2) aplikasi sistem rotasi dan budidaya rumput, (3) konservasi lahan, (4) menjaga kualitas air/lahan basah, (5) aplikasi tanaman pelindung, (6) diversifikasi lahan dan tanaman, (7) pengelolaan nutrisi tanaman, (8) agroforestri (wana tani), (9) manajemen pemasaran, dan (10) audit dan evaluasi manajemen pertanian secara terpadu dan holistik.
Berdasarkan penjabaran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pertanian organik merupakan salah satu teknologi alternatif pertanian yang memberikan berbagai hal positif, yang dapat diterapkan pada usaha tani, sehingga produk-produk hasil pertanian dapat bernilai komersial tinggi, menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dan keamanan pangan, dan dapat memberikan kesadaran masyarakat dan petani khususnya dalam melestarikan ekosistem lingkungan. Oleh karena itu, untuk menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan yang harmonis dan berkelanjutan, perlu dilakukan upaya antara lain : (1) sosialisasi pemasyarakatan mengenai pentingnya pertanian yang ramah lingkungan, (2) penggalakkan konsumsi produk hasil pertanian organik, (3) diperlukan lebih banyak kajian/penelitian untuk mendapatkan produk organik yang berkualitas tinggi. Oleh karena itu perlu ditekankan bahwa usaha tani yang berorientasi pasar global perlu menekankan aspek kualitas, keamanan, kuantitas dan harga yang bersaing.
Salah satu alasan mengapa harus berlanjut adalah pengalaman selama ini dimana input tinggi telah menyebabkan degradasi lahan secara nyata. Sebagai contoh penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan resurgensi, resistensi dan munculnya hama penyakit sekunder.
Penggunaan pupuk yang berlebihan malah menyebabkan pertemubuhan vegetatif yang tak diinginkan dan di daerah hilir menyebabkan eutrifikasi (suburnya perairan akibat akumulai hara oleh aliran air). Lahan sebagai penopang utama telah rusak, maka akan sangat mahal biaya yang harus dikeluarkan dan dimasa yang akan datang anak cucu hanya ditinggali barang sisa kurang bermutu. Pada hal harapakn kita semua generasi yang akan datang harus lebih baik daripada generasi saat ini. Langkah yang bisa ditempuh adalah pertama meningkatkan kesadaran pertanian berkelanjutan. Kedua setiap pihak yang berkait dengan pertanian melaksanakan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan. Ketiga dukungan konsumen yang tidak mengkonsumsi produk pertanian yang tidak ramah lingkungan. Langkah operasional yang bisa dilaksanakan adalah : melaksanakan pengolahan tanam minimal, sebanyak mungkin menggunakan pupuk organik, melaksanakan pengendalian hama penyakit dengan bahan yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1991. Toward sustainability. Soil and water research priorities for developing countries. National Academy press. Washington ,D.C. x +65h.
Brown, L.R. 1995. Nature’s limits. Dalam : State of the World. W.W. Narton & Company New York. H 3-20
Gardner, G. 1996. Presserving agricultural resources. Dalam : State of the World. W.W narton & Company. New York. H 78-94
Browse > Home / Daulat Pangan / Refleksi Pengembangan Kapasitas Petani Melalui Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan


MIKROBIOLOGI PERTANIAN , NEMATODA

Diposting oleh renaex di 17.26 0 komentar
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah yang kita injak, di dalamnya terdapat berbagai macam makhluk hidup. Kita ambil tanah kemudian kita pisahkan jasad hidup dengan air, maka di antara jasad renik yang ada terdapat binatang yang memanjang seperti cacing, itulah nematoda.
Menurut Dropkin (1991), nematoda (nama tersebut berasal dari kata Yunani, yang artinya benang) berbentuk memanjang, seperti tabung, kadang- kadang seperti kumparan, yang dapat bergerak seperti ular. Mereka hidup di dalam air, baik air laut maupun air tawar, di dalam film air, di dalam tanah, di dalam jaringan jasad hidup berair. Filum nematoda merupakan kelompok besar kedua setelah serangga apabila didasarkan atas keaneka-ragaman jenisnya. Nematoda telah dikenal sejak zaman purba sebagai parasit pada manusia. Namun ketika mikroskop yang lebih baik ditemukan dan para ahli hewan abad kesembilan belas mengeksplorasikan makhluk hidup dalam lingkup yang luas, maka nematoda dilupakan.
Pracaya (2008), Nematoda berbentuk seperti cacing kecil. Panjangnya sekitar 200-1.000 mikron ( 1.000 mikron = 1 mm). Namun, ada beberapa yang panjangnya sekitar 1 cm. nematoda biasa hidup di dalam atau di atas tanah. Umumnya nematoda yang hidup di atas tanah sering terdapat di dalam tanah terdapat di dalam jaringan tanaman atau di antara daun-daun yang melipat, di tunas daun, di dalam buah, di batang, atau di bagian tanaman lainnya. Nematoda juga ada yang hidup di dalam tanaman (endoparasit) dan ada juga yang di luar tanaman (ektoparasit).
Jenis nematoda yang saprofit sangat menguntungkan Karena mempercepat proses tanaman yang telah mati menjadi tanah. Ada juga nematode yang menjadi parasit, khususnya parasit pada tumbuhan (Bridge et al.,1995).
Agrios (1996) menyatakan bahwaM eloi dogyne spp. Merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman. Nematoda ini memiliki jangkauan inang yang sangat beragam, sehingga dapat ditemukan pada beberapa tanaman penting
pertanian. Kerugian yang telah ditimbulkan oleh nematoda ini sangat besar, banyak hasil tanaman pertanian rusak, mati, dan hasil panen menurun drastis. Untuk mengurangi dan menaggulangi kerusakan yang ditimbulkan oleh nematoda ini, diperlukan penelitian tentang morfologi dan anatomi tubuh, siklus hidupnya, musuh alami, dan lain-lain untuk penanggulangannya di waktu mendatang.
TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi proses
tahapan siklus hidup nematoda khususnyaM eloi dogyne spp. parasit di dalam akar
tanaman pertanian.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Praktikum ini menggunakan alat dan bahan yaitu akar tanaman yang terserang nematoda dengan ciri-ciri terdapat puru akar, mikroskopcompound, cawan sirakus, 4 gelas preparat, pipet, dan acid fuksin 0,05%.
MetodeMetode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah dengan fiksasi atau
pewarnaan jaringan tanaman. Bridge et al.(1995) menyatakan bahwa fiksasi ini
dapat melunakan jaringan dan secara khusus membantu unutk mendapat
Meloidogyne spp. dari jaringan tanaman. Pada awalnya bahan tanaman yaitu akar
yang muda dengan hati-hati dicuci sampai bersih dari tanah atau dari sisa-sisa kotoran dan bagian bahan yang tebal dipotong tipis-tipis sebelum diwarnai. Bahan yang terinfeksi kemudian diletakan di dalam cawan sirakus, akar diambil kecil dan sedikit saja sesuai voluime cawan sirakus. Acid fuksin dipipet kemudian dituangkan ke dalam cawan sirakus, tunggu sekitar tiga menit. Setelah selesai, acid fuksin akan meresap ke dalam akar tanaman, buang cairan acid fuksin, nematoda yang ada di dalam akar akan mati.
Gelas preparat disiapkan. Beberapa akar terinfeksi yang berukuran kecil pada cawan sirakus kemudian diketakan di atas gelas preparat. Gelas preparat tersebut ditutup dengan gelas preparat yang lain, peletakan ini dilakukan dengan hati-hati agar namatoda yang ada di dalam akar tidak hancur atau pecah. Preparat diamati dengan menggunakan perbesaran yang dinginkan, pengamatan ini dilakukan dengan hati-hati dan teliti karena akar tanaman yang berwarna merah yang transparan dan nematoda yang berukuran kecil terkadang sulit untuk diamati. Pengamatan ini dilakukan untuk mencari bentuk-bentukM eloidogyne spp. pada tahap-tahap siklus hidup yang berbeda mulai dari telur hingga fase dewasa.







Pembahasan
Dari hasil praktikum, dapat terlihat bahwaM eloi dogyne spp. mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda untuk menjadi dewasa.M eloi dogyne spp. merupakan jenis nematoda parasit tanaman yang terpenting di dunia. Nama “nematoda puru
akar” (root-knot nematodes) berasal dari puru yang karakteristik berasosiasi
dengan nematoda tersebut. Tanaman inangM eloidogyne spp. meliputi sayur- sayuran, tanaman berjajar, pohon buah-bauhan, dan gulma. Marga tersebut sangat penting terutama unutk pertanian di daerah tropik.
Menurut Dropkin (1991), endoparasitik yang bersifat obligat tersebut tersebar luas baik di daerah iklim tropis maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan merupakan kebiasaan pada banyak jenis, tetapi pada jenis lain kedua jenis kelamin masih diperlukan dalam reproduksi. Peran jantan yang interseks belum diketahui. Telur-telurnya diletakkan di dalam kantung telur yang gelatinus yang mungkin untuk melindungi telur tersebut dari kekeringan dan jasad renik perusak telur. Pada sebagian besar interaksi antar inang dan parasit puru tersebut muncul kantung puru. Kantung telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan menjadi cokelat setelah tua. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru diletakkan. Embrio berkembang menjadi larva yang mengalami perganitian kulit pertama (juvenile I) di dalam telur tersebut. Larva pada stadium kedua muncul pada suhu dan kelembapan yang sesuai serta bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. Mereka menerobos masuk, biasanya di daerah akar yang sedang memanjang, merusak sel-sel dengan mematukkan stiletnya berulang-ulang. Setelah masuk ke dalam akar, larva bergerak di antara sel-sel sampai tiba di dekat silinder pusat, sering kali berada di daerah pertumbuhan akar samping. Di tempat tersebut larva menetap, dan menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi makanannya. Larva menggelembung, dan kelakukan pergantian kulit dengan cepat untuk kedua Juvenile II dan ketiga Juvenile III kalinya tanpa makan, selanjutnya menjadi jantan atau betina dewasa. Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang di dalam kutikula stadium larva keempat juvenile IV dan muncul dari jaringan akar. Beberapa nematoda jantan masih mengelompok di dalam kantung telur. Sedang nematoda betina dewasa tetap tertambat pada daerah tempat makanannya di dalam stele dengan bagian
posterior tubuhnya berada di permukaan akar. Nematoda betina tersebut terus menerus menghasilkan telur selama hidupnya. Kadang-kadang mencapai jumlah 1.000 telur. Lama daur hidupnya bervariasi tergantung pada inang dan suhu. Mungkin paling cepat 3 minggu dan paling lama beberapa bulan. Perbandingan jenis kelamin dipengaruhi oleh lingkungan. Yang jantan akan lebih banyak jika akar terserang berat dan zat makanan tidak cukup. Meloidogyne spp. betina dewasa akan tetap berada dalam ukuran membengkak sedangkan jantan dewasa dari ukuran membengkak akan kembali ke uuran semula. Walaupun eksudat akar mampu meningkatkan penetasan, tetapi senyawa tersebut tidak diperlukan unutk keberhasilan daur hidupnya.
Larva yang terinfektif menyimpan sejumlah besar lipida. Selama nematoda tersebut kekurangan pangan, lipida tersebut diperlukan dan sebagaimana diketahui melalui mikroskopcompound, ususnya tampak melipat. Sel-sel yang terisi lipida terlihat kabur sedang lain jelas, karena kehilangan timbunan lipida. Selama berpindah melalui tanah, larva mempergunakan cadangan makanannya dan akhirnya mati setelah beberapa bulan tanpa tanaman inang. Walaupun demikian, lahan tanpa tanaman inang masih mengandung larva sampai selama satu tahun. Beberapa nematoda mungkin menemukan relung tempat untuk bertahan hidup untuk dengan tingkat metabolisme yang rendah. Mungkin relung-relung tersebut berada di remah-remah tanah dan nematoda terlindung dari kekeringan serta tinggal inaktif di dalam ruang dengan tekanan oksigen yang rendah
JenisM eloidogyne spp. Mempunyai kisaran inang ynag sanngat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan. Sebagai mana jenis fitonematoda yang telah dikaji secara seksama, tedapat populasi subspesifik yang jelas dan dapat dibedakan kisaran inangnya.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
Meloidogyne spp. melakukan siklus hidupnya mulai dari telur hingga masa
dewasa.M eloidogyne spp. dimulai dari fase telur, fase telur ini mengalami pergantian kulit jadi juvenile I. Setelah itu, lelur menetas, ganti kulit kedua jadi memasuki fase juvenile II. Kemudian bekembang anti kulit ketiga lagi masuk ke fase juvenile III, tumbuh masuk fase juvenile IV setelah ganti kulit keempat.Dari fase juvenile IV memasuki fase dewasa jantan dan betina.M eloidogyne spp. jantan dan betina dewasa kemudian membengkak tubuhnya sehingga aktivitas geraknya terbatasi, betina akan mengandung teluryang jumlanya banyak,ukran tubuh betina akan tetap membengkak terus, tetapi jantan dewasa akan kembali ke ukuran ramping semula lagi.

http://titinrahayu08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/siklus-hidup-nematoda-parasit-tumbuhan-meloidogyne-spp/
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:zmXJ5FhpMOUJ:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1111/1/hptlisnawita.pdf+sifat+meloidogyne+incognita+pada+tanaman+kedelai&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShd8AYpEj2qJrbFUZmJ0KJgiusPlZW7AOmnIWD_GTJHgnoX7TNSzzM35xWcCBUoAbd8EkgROdQH6y37EUVdb1LzG_vlklwdGrdschSAefXZ9KdzzSa5CCzUWCYCjrSVH67yxVy&sig=AHIEtbS-6s2Fei_5HfpDwkM5K-6JempCfg

















posterior tubuhnya berada di permukaan akar. Nematoda betina tersebut terus menerus menghasilkan telur selama hidupnya. Kadang-kadang mencapai jumlah 1.000 telur. Lama daur hidupnya bervariasi tergantung pada inang dan suhu. Mungkin paling cepat 3 minggu dan paling lama beberapa bulan. Perbandingan jenis kelamin dipengaruhi oleh lingkungan. Yang jantan akan lebih banyak jika akar terserang berat dan zat makanan tidak cukup. Meloidogyne spp. betina dewasa akan tetap berada dalam ukuran membengkak sedangkan jantan dewasa dari ukuran membengkak akan kembali ke uuran semula. Walaupun eksudat akar mampu meningkatkan penetasan, tetapi senyawa tersebut tidak diperlukan unutk keberhasilan daur hidupnya.
Larva yang terinfektif menyimpan sejumlah besar lipida. Selama nematoda tersebut kekurangan pangan, lipida tersebut diperlukan dan sebagaimana diketahui melalui mikroskopcompound, ususnya tampak melipat. Sel-sel yang terisi lipida terlihat kabur sedang lain jelas, karena kehilangan timbunan lipida. Selama berpindah melalui tanah, larva mempergunakan cadangan makanannya dan akhirnya mati setelah beberapa bulan tanpa tanaman inang. Walaupun demikian, lahan tanpa tanaman inang masih mengandung larva sampai selama satu tahun. Beberapa nematoda mungkin menemukan relung tempat untuk bertahan hidup untuk dengan tingkat metabolisme yang rendah. Mungkin relung-relung tersebut berada di remah-remah tanah dan nematoda terlindung dari kekeringan serta tinggal inaktif di dalam ruang dengan tekanan oksigen yang rendah
JenisM eloidogyne spp. Mempunyai kisaran inang ynag sanngat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan. Sebagai mana jenis fitonematoda yang telah dikaji secara seksama, tedapat populasi subspesifik yang jelas dan dapat dibedakan kisaran inangnya.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
Meloidogyne spp. melakukan siklus hidupnya mulai dari telur hingga masa
dewasa.M eloidogyne spp. dimulai dari fase telur, fase telur ini mengalami pergantian kulit jadi juvenile I. Setelah itu, lelur menetas, ganti kulit kedua jadi memasuki fase juvenile II. Kemudian bekembang anti kulit ketiga lagi masuk ke fase juvenile III, tumbuh masuk fase juvenile IV setelah ganti kulit keempat.Dari fase juvenile IV memasuki fase dewasa jantan dan betina.M eloidogyne spp. jantan dan betina dewasa kemudian membengkak tubuhnya sehingga aktivitas geraknya terbatasi, betina akan mengandung teluryang jumlanya banyak,ukran tubuh betina akan tetap membengkak terus, tetapi jantan dewasa akan kembali ke ukuran ramping semula lagi.
 

ernawati djaya Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez